MONAS
Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Sukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala. Monumen Nasional terletak tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.
Monumen dan museum ini dibuka setiap hari mulai pukul 08.00 - 15.00
Waktu Indonesia Barat. Pada hari Senin pekan terakhir setiap bulannya
ditutup untuk umum.
BOROBUDUR
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yeng
diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi
dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha.[1]
Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan
ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang
didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi
teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajar
an Buddha.[2]
Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi
dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil
terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam
kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu
(ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui
serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460
panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14
seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta
mulai masuknya pengaruh Islam.[3] Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles,
yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa.
Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan
dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga
1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.[4]
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan
JEMBATAN SURAMADU
Jembatan Nasional Suramadu adalah jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan Pulau Jawa (di Surabaya) dan Pulau Madura (di Bangkalan, tepatnya timur Kamal), Indonesia.
Dengan panjang 5.438 m, jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di
Indonesia saat ini. Jembatan terpanjang di Asia Tenggara ialah Bang Na Expressway di Thailand (54 km). Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian yaitu jalan layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge), dan jembatan utama (main bridge).
Jembatan ini diresmikan awal pembangunannya oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 Agustus 2003 dan diresmikan pembukaannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juni 2009[2].
Pembangunan jembatan ini ditujukan untuk mempercepat pembangunan di
Pulau Madura, meliputi bidang infrastruktur dan ekonomi di Madura, yang
relatif tertinggal dibandingkan kawasan lain di Jawa Timur. Perkiraan
biaya pembangunan jembatan ini adalah 4,5 triliun rupiah.
Pembuatan jembatan ini dilakukan dari tiga sisi, baik sisi Bangkalan
maupun sisi Surabaya. Sementara itu, secara bersamaan juga dilakukan
pembangunan bentang tengah yang terdiri dari main bridge dan approach bridge.
ISTANA NEGARA
Istana Negara dan Istana Merdeka yang berada di satu kompleks di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta,
merupakan dua buah bangunan utama yang luasnya 6,8 hektare (1 hektare =
1 hektometer persegi = 10000 meter persegi) dan terletak di antara
Jalan Medan Merdeka Utara dan Jalan Veteran, serta dikelilingi oleh sejumlah bangunan yang sering digunakan sebagai tempat kegiatan kenegaraan.
Dua bangunan utama adalah Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen Nasional
(Monas)(Jalan Medan Merdeka Utara) dan Istana Negara yang menghadap ke
Sungai Ciliwung (Jalan Veteran). Sejajar dengan Istana Negara ada pula Bina Graha. Sedangkan di sayap barat antara Istana Negara dan Istana Merdeka, ada Wisma Negara.
Pada awalnya di kompleks Istana di Jakarta ini hanya terdapat satu bangunan, yaitu Istana Negara. Gedung yang mulai dibangun 1796 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten dan selesai 1804 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Siberg ini semula merupakan rumah peristirahatan luar kota milik pengusaha Belanda, J A Van Braam. Kala itu kawasan yang belakangan dikenal dengan nama Harmoni memang merupakan lokasi paling bergengsi di Batavia Baru.
Pada tahun 1820 rumah peristirahatan van Braam ini disewa dan kemudian dibeli (1821)
oleh pemerintah kolonial untuk digunakan sebagai pusat kegiatan
pemerintahan serta tempat tinggal para gubernur jenderal bila berurusan
di Batavia (Jakarta). Para gubernur jenderal waktu itu kebanyakan memang
memilih tinggal di Istana Bogor yang lebih sejuk. Tetapi kadang-kadang mereka harus turun ke Batavia, khususnya untuk menghadiri pertemuan Dewan Hindia, setiap Rabu.
Rumah van Braam dipilih untuk kepala koloni, karena Istana Daendels di Lapangan Banteng belum selesai. Tapi setelah diselesaikan pun gedung itu hanya dipergunakan untuk kantor pemerintah.
Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa peristiwa penting terjadi di gedung yang dikenal sebagai Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van den Gouverneur-Generaal, untuk menghindari kata Istana) ini. Di antaranya menjadi saksi ketika sistem tanam paksa atau cultuur stelsel ditetapkan Gubernur Jenderal Graaf van den Bosch. Lalu penandatanganan Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947, yang pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir dan pihak Belanda diwakili oleh H.J. van Mook.
Pada mulanya bangunan seluas 3.375 m2 berarsitektur gaya Yunani Kuno ini bertingkat dua. Tapi pada 1848
bagian atasnya dibongkar; dan bagian depan lantai bawah dibuat lebih
besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang tanpa ada perubahan yang berarti.
Sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, saat ini Istana Negara
menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan,
antara lain pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan
musyawarah dan rapat kerja nasional, kongres bersifat nasional dan
internasional, dan jamuan kenegaraan.
Karena Istana Rijswijk mulai sesak, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge tahun 1873 dibangunlah istana baru pada kaveling yang sama, yang waktu itu dikenal dengan nama Istana Gambir. Istana yang diarsiteki Drossares pada awal masa pemerintahan RI sempat menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Waktu itu RI diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan kerajaan Belanda diwakili A.H.J Lovinnk, wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia.
Dalam upacara yang mengharukan itu bendera Belanda diturunkan dan
Bendera Indonesia dinaikkan ke langit biru. Ratusan ribu orang memenuhi
tanah lapangan dan tangga-tangga gedung ini diam mematung dan meneteskan
air mata ketika bendera Merah Putih dinaikkan. Tetapi, ketika Sang
Merah Putih menjulang ke atas dan berkibar, meledaklah kegembiraan
mereka dan terdengar teriakan: Merdeka! Merdeka! Sejak saat itu Istana
Gambir dinamakan Istana Merdeka.
Sehari setelah pengakuan kedaulatan oleh kerajaan Belanda, pada 28 Desember 1949 Presiden Soekarno beserta keluarganya tiba dari Yogyakarta dan untuk pertama kalinya mendiami Istana Merdeka. Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus di Istana Merdeka pertama kali diadakan pada 1950.
Sejak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik Indonesia,
sudah lebih dari 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang
menggunakan Istana Merdeka sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan
pemerintahan negara.
Sebagai pusat pemerintahan negara, kini Istana Merdeka digunakan
untuk penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, antara lain Peringatan
Detik-detik Proklamasi, upacara penyambutan tamu negara, penyerahan
surat-surat kepercayaan duta besar negara sahabat, dan pelantikan
perwira muda (TNI dan Polri).
Bangunan seluas 2.400 m2 itu terbagi dalam beberapa ruang. Yakni
serambi depan, ruang kredensial, ruang tamu/ruang jamuan, ruang resepsi,
ruang bendera pusaka dan teks proklamasi. Kemudian ruang kerja, ruang
tidur, ruang keluarga/istirahat, dan pantry (dapur).
Sepeninggal Presiden Soekarno, tidak ada lagi presiden yang tinggal di sini, kecuali Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY). Presiden Soeharto yang menggantikan Soekarno memilih tinggal di
Jalan Cendana. Tapi Soeharto tetap berkantor di gedung ini dengan
men-set up sebuah ruang kerja bernuansa penuh ukir-ukiran khas Jepara,
sehingga disebut sebagai Ruang Jepara serta lebih banyak berkantor di Bina Graha.
JEMBATAN AMPERA
Pada awalnya, bagian tengah badan jembatan ini bisa diangkat ke atas
agar tiang kapal yang lewat dibawahnya tidak tersangkut badan jembatan.
Bagian tengah jembatan dapat diangkat dengan peralatan mekanis, dua
bandul pemberat masing-masing sekitar 500 ton di dua menaranya.
Kecepatan pengangkatannya sekitar 10 meter per menit dengan total waktu
yang diperlukan untuk mengangkat penuh jembatan selama 30 menit.
Pada saat bagian tengah jembatan diangkat, kapal dengan ukuran lebar
60 meter dan dengan tinggi maksimum 44,50 meter, bisa lewat mengarungi
Sungai Musi. Bila bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, tinggi
kapal maksimum yang bisa lewat di bawah Jembatan Ampera hanya sembilan
meter dari permukaan air sungai.[4]
Sejak tahun 1970, aktivitas turun naik bagian tengah jembatan ini
sudah tidak dilakukan lagi. Alasannya, waktu yang digunakan untuk
mengangkat jembatan ini dianggap mengganggu arus lalu lintas di atasnya.
Pada tahun 1990, kedua bandul pemberat di menara jembatan ini diturunkan untuk menghindari jatuhnya kedua beban pemberat ini.[1]
HOTEL INDONESIA
Hotel Indonesia adalah hotel berbintang pertama yang dibangun di Jakarta, Indonesia. Hotel ini diresmikan pada tanggal 5 Agustus 1962 oleh Presiden RI Pertama, Soekarno untuk menyambut Asian Games IV tahun 1962. Bangunan Hotel Indonesia dirancang oleh arsitek Abel Sorensen dan istrinya, Wendy, asal Amerika Serikat. Menempati lahan seluas 25.082 meter persegi, hotel ini mempunyai slogan A Dramatic Symbol of Free Nations Working Together.
Hotel ini ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemda DKI dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tanggal 29
Maret 1993.
GARUDA WISNU KENCANA
Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (bahasa Inggris: Garuda Wisnu Kencana Cultural Park), disingkat GWK, adalah sebuah taman wisata di bagian selatan pulau Bali. Taman wisata ini terletak di tanjung Nusa Dua, Kabupaten Badung, kira-kira 40 kilometer di sebelah selatan Denpasar, ibu kota provinsi Bali. Di areal taman budaya ini, direncanakan akan didirikan sebuah landmark atau maskot Bali, yakni patung berukuran raksasa Dewa Wisnu yang sedang menunggangi tunggangannya, Garuda, setinggi 12 meter.[1]
Area Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana berada di ketinggian 146 meter
di atas permukaan tanah atau 263 meter di atas permukaan laut.[1]
Di kawasan itu terdapat juga Patung Garuda yang tepat di belakang
Plaza Wisnu adalah Garuda Plaza di mana patung setinggi 18 meter Garuda
ditempatkan sementara. Pada saat ini, Garuda Plaza menjadi titik fokus
dari sebuah lorong besar pilar berukir batu kapur yang mencakup lebih
dari 4000 meter persegi luas ruang terbuka yaitu Lotus Pond.
Pilar-pilar batu kapur kolosal dan monumental patung Lotus Pond Garuda
membuat ruang yang sangat eksotis. Dengan kapasitas ruangan yang mampu
menampung hingga 7000 orang, Lotus Pond telah mendapatkan reputasi yang baik sebagai tempat sempurna untuk mengadakan acara besar dan internasional.
Terdapat juga patung tangan Wisnu yang merupakan bagian dari patung
Dewa Wisnu. Ini merupakan salah satu langkah lebih dekat untuk
menyelesaikan patung Garuda Wisnu Kencana lengkap. Karya ini ditempatkan
sementara di daerah Tirta Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar